Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

“Ya, mau bayar berapa saja, Mas,” ucapnya di tikungan terakhir menuju kampungku. Amanat yang tersirat

Cermati penggalan cerpen berikut!
“Ya, mau bayar berapa saja, Mas,” ucapnya di tikungan terakhir menuju kampungku. 
“Lebih enak jalan kaki,” jawabku terengah-engah. Aku merasa menang. 

Aneh dia seperti tak hendak menghentikan becaknya. Mungkin dia sedang menguji mentalku, atau malah menyesali  perbuatannya? Peduli amat, apakah dia terus membuntuti aku atau tidak, sejauh ia masih mengayuh becak di jalan yang layak dilewatinya.

Begitu memasuki gapura kampung, tangan kiriku kutarik dari saku celana. Dua keping logam ratusan rupiah terloncat dan menggelinding masuk selokan. Ah, biarin.

Aku menoleh ke tukang becak yang berhenti tepat di depan gapura kampung. Ia turun dan berdiri di sana sambil tetap memegangi kemudi becak. Sambil berjalan aku menoleh kembali, dia tetap diam bagaikan sebuah monumen. Sesampai  dirumah aku ceritakan pengalamanku pada ibu. Lama ibuku terdiam dan menatapku dan baru kemudian berkata, “ Rasanya kamu perlu mencoba jadi tukang becak.”

Amanat yang tersirat dalam penggalan cerpen tersebutadalah ....
A.   Sebaiknya tukang becak harus tahu diri.
B.   Kita harus memilih-milih tukang becak.
C.   Kita harus pandai menawar ongkos becak.
D.   Jangan memberi hati kepada tukang becak.
E.   Kita harus memahami keadaan tukang becak.

Pembahasan:
Amanat yang tersirat dalam penggalan cerpen tersebut adalah kita harus memahami keadaan tukang becak.

Jawaban: E
------------#------------

Semoga Bermanfaat
Jangan lupa komentar & sarannya
Email: nanangnurulhidayat@gmail.com
WA /LINE : 081 669 2375

Post a Comment for "“Ya, mau bayar berapa saja, Mas,” ucapnya di tikungan terakhir menuju kampungku. Amanat yang tersirat "